7 Oktober 2010

Mengambil Tanggung Jawab

Ayat bacaan: 1 Samuel 17:12-39

Pula kata Daud: "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." (1 Samuel 17:37a)

Tentunya setiap kita sudah sering mendengar cerita tentang Daud mengalahkan Goliat. Betapa heroiknya Daud. Namun kalau kita amati,… kemenangan Daud atas Goliat bukanlah sesuatu yang instan. Memerlukan sebuah pelatihan yang luar biasa dan berat. Dari ayat bacaan kita hari ini kita bisa melihat bahwa Daud telah setia menggembalakan kambing domba yang dua tiga ekor saja. Meskipun sedikit, Daud memiliki totalitas sebagai gembala kambing domba. Ketika ada singa atau beruang yang menerkam seekor domba dari kawanannya, Daud mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Begitu pula kalau ancaman singa dan beruang datang di hadapannya, Daud bukannya lari tapi menghadapinya dengan menangkap janggutnya, lalu menghajarnya dan membunuhnya.

Bagaimana denganmu, sobat muda? Bagaimana reaksi dan respon kita ketika sepertinya tanggung jawab yang kita pegang sangat sedikit, minim pujian dan sepertinya tidak berdampak. Orang-orang berrusaha menolak untuk menerima tanggung jawab itu. Sobat muda, ambil setiap kesempatan untuk memegang sebuah tanggung jawab. Anggaplah itu sebagai didikan yang harus kita terima sebelum kita memperoleh tanggung jawab yang lebih besar. Dan miliki totalitas mengerjakan setiap tanggung jawab yang Tuhan berikan. Lakukan yang terbaik dan ambil tanggung jawab yang lebih banyak lagi selagi masih ada kesempatan dan kapasitas. Percayalah bahwa Promosi datang ketika kita mau mengambil tanggung jawab yang lebih dari yang sudah kita lakukan.

Melalui sebuah kelas pengembangan diri, saya belajar: Orang yang sukses adalah orang yang melakukan apa yang orang gagal tidak suka lakukan. Jadi setiap kali saya malas,… saya sadar betul bahwa ujungnya adalah kegagalan. Statement di atas mendorong saya untuk terus mengasah potensi yang Tuhan beri dengan membuang rasa takut dan mengambil tanggung jawab yang lebih. (Pol) Telah diterbitkan sebagai Renungan Anak Muda, Penerbit Andi ~ Selasa 14 September 2010

Anak Panah Pahlawan

Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.

Mazmur 127:4

Sobat Muda,.. tahukah kamu bahwa Firman Tuhan menggambarkan hidup kita sebagai anak panah di tangan pahlawan. Wow ... luar biasa dan dahsyat yah! Tentunya pahlawannya adalah Yesus sendiri. Sadarkah bahwa kita diciptakan begitu spesial oleh Allah? Tahukah setiap kita ditetapkan Allah untuk melesat mencapai sasaran yang Dia sudah tetapkan? Setidaknya ada 3 hal penting yang harus dimiliki oleh anak panah.

1. Ketajaman.

Untuk menjadi tajam, perlu diasah bahkan dibuat menjadi tajam dengan membuang segala hal yang gak penting. Begitu pula dengan kehidupan kita. Kita harus melalui proses penajaman dari Tuhan. Dia akan membuang segala dosa dan kelemahan dari hidup kita. Apakah itu kemalasan, percabulan atau perbuatan-perbuatan lain yang tidak menyenangkan hatiNya. Kadangkala terasa sakit, namun tenanglah, Dia tidak pernah salah membentuk kita.

2. Kecepatan.

Anak panah bekerja dengan cepat. Bayangkan kalau seorang pemburu melesatkan anak panahnya yang lambat, pasti mangsanya sudah keburu lari. Kita harus punya respon yang cepat terhadap pergerakan yang Tuhan sedang lakukan. Kalau kita berlambat-lambat, akan lebih banyak rekan-rekan Sobat Muda yang dirusak oleh dunia ini.

3. Ketepatan.

Tajam dan cepat tidak cukup. Kita harus punya ketepatan. Kita tidak bisa hidup semaunya sendiri, tidak bisa hanya melakukan apa yang kita suka. Tanya pada Tuhan apa yang Dia inginkan dari hidup kita dan lakukan apa yang jadi kerinduanNya.

Ketiga hal itu harus dimiliki oleh anak panah tidak peduli bahan dasar anak panah itu apa (bisa kayu, bisa besi ataupun benda lainnya). Hal yang sama, tidak peduli kita berasal dari latar belakang yang seperti apa, masa lalu kita seperti apa, keluarga kita seperti apa bahkan tingkat pendidikan kita seperti apa. Youthers, yakinlah bahwa Dia mau memakai hidup kita. Bagaimana respon kita? Maukah kita menyerahkan diri menjadi anak panah di tanganNya? Bersediakah kita jadi alatNya dan senjataNya? (Pol). Telah diterbitkan sebagai Renungan Anak Muda, Penerbit Andi ~ Senin,6 September 2010

Berespon yang Benar

Ayat bacaan: 2 Samuel 16: 5-14

Tetapi kata raja: "Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?" (2 samuel 16:10)

Suatu ketika Daud ada dalam pelarian karena dikejar oleh anaknya sendiri, Absalom. Ketika raja Daud telah sampai ke Bahurim, keluarlah dari sana seorang dari kaum keluarga Saul; ia bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja, ia terus-menerus mengutuk. Daud dan semua pegawai raja Daud dilemparinya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua pahlawan berjalan di kiri kanannya. Namun yang luar biasa yang dapat kita pelajari di sini adalah responnya terhadap permasalahan yang dia alami. Daud tidak membalas, membantah ataupun membunuh orang yang melakukannya. Dia hanya diam saja, meskipun sebenarnya Daud (yang pernah mengalahkan Goliat, musuh yang jauh lebih besar dari Simei) mampu melakukan lebih dari sekedar mendiamkannya.

Mengapa Daud berespon demikian? Sebab Daud yakin bahwa segala hal yang terjadi dalam kehidupannya tidak lepas dari rencana dan pengaturan Tuhan. Sekalipun sepertinya tidak enak, namun Daud tahu bahwa TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian. Daud tahu bahwa dirinya sedang mengalami ujian. Dia mengharapkan sebuah promosi datang selepas ujian yang dialaminya. Daud mengatakan, ”Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk orang itu pada hari ini."

Bagaimana dengan kita? Apa yang kita lakukan ketika mengalami hal sama. Orang lain mengatakan yang buruk dan tajam terhadap kita. Mereka menyerang secara fisik dan mental. Apakah kita marah dan membalas perlakuannya? Atau kita berespon yang sama seperti Daud. Mazmur 37:8 mengingatkan, “ Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.” Seorang pengkhotbah mengatakan bahwa jika kita mudah tersinggung itu artinya hati kita masih dipenuhi kesombongan. Respon terbaik terhadap tindakan orang lain yang menyakiti kita adalah: mengampuni. Mari, kita belajar bersikap seperti Daud: Diam dan mempercayai bahwa Tuhan mampu mengubahkan setiap kutukan menjadi berkat. (Pol) ~ Telah diterbitkan sebagai Renungan Anak Muda, Penerbit Andi (Kamis, 16 September 2010)

Undang Pertolongan Tuhan

Ayat bacaan: 1 Samuel 7:7-13

“…ia menamainya Eben-Haezer, katanya: "Sampai di sini TUHAN menolong kita."

1 Sam.7:12

Melalui ayat bacaan hari ini kita dapat melihat bahwa ada situasi genting yang dihadapi oleh orang Israel. Ketika orang Israel berkumpul di Mizpa, raja-raja kota orang Filistin mendatangi mereka. Maka ketakutanlah orang Israel terhadap orang Filistin. Lalu mereka berkata kepada Samuel: "Janganlah berhenti berseru bagi kami kepada TUHAN, Allah kita, supaya Ia menyelamatkan kami dari tangan orang Filistin itu."

Kemudian Samuel mengambil seekor anak domba yang menyusu, lalu mempersembahkan seluruhnya kepada TUHAN sebagai korban bakaran. Dan ketika Samuel sedang mempersembahkan korban bakaran itu, majulah orang Filistin berperang melawan orang Israel. Tetapi pada hari itu TUHAN mengguntur dengan bunyi yang hebat ke atas orang Filistin dan mengacaukan mereka, sehingga mereka terpukul kalah oleh orang Israel. Bahkan Keluarlah orang-orang Israel dari Mizpa, mengejar orang Filistin itu dan memukul mereka kalah sampai hilir Bet-Kar.

Hal yang sama mungkin sedang kita alami. Hidup kita dihantui ketakutan tidak mendapatkan pasangan, kekhawatiran akan keuangan dan kecemasan akan masa depan. Namun melalui pembacaan perikop ini kita bisa belajar bagaimana cara Samuel mengalami pertolongan Tuhan atas orang Israel yaitu melalui korban! Ya,…Tuhan sangat suka terhadap korban. Dia sangat suka kepada korban karena ketika kita membawa korban kepada Tuhan maka sebenarnya setiap kita menjadikanNya yang terutama. Melalui korban itulah sebenarnya Dia akan mengenali kebersandaran kita kepadaNya. Bahkan korban dari hati yang berserah kepadaNya akan mendatangkan pertolongan dan kemenangan yang luar biasa.

Bagaimana dengan kehidupan keuangan kita? Apakah kekuatiran, ketakutan akan masa depan dan kecemasan akan keuangan menjadi faktor dominan di dalam kehidupan kita? Rindukah setiap kita mengalami terobosan dan kemenangan yang gilang gemilang? Maukah setiap kita melihat tangan kuasa Tuhan turun di dalam kehidupan kita? Percayakah bahwa Allah masing sanggup untuk melakukan mukjizatnya buat Saudara? Bila bersedia maka mulailah membawa korban yang menyenangkan hatiNya. Tatakala Saudara taat melakukannya maka saya percaya hidup Saudara akan mengalami Eeben Haezer.

Di atas gunung Tuhanlah pertolongan tersedia.

Telah diterbitkan sebagai Renungan Anak Muda, Penerbit Andi ~ Rabu 8 September 2010

How Low Can You Go..

Ayat bacaan: Yakobus 1:19-25

Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.

Yakobus 1:21

Ayah saya di masa mudanya adalah salah seorang pecandu rokok. Namun Sejak mengundang Tuhan Yesus secara pribadi untuk masuk dalam kehidupannya, beliau berhenti merokok. Namun,.. Nasi telah menjadi bubur. Penyempitan terjadi di beberapa pembuluh arteri dan berakibat kematian. Memang dalam setiap kemasan dan iklan rokok selalu dituliskan: Merokok dapat menyebabkan impotensi, gangguan kesehatan, kanker, kemandulan serta membahayakan kesehatan janin. Namun tulisan itu tidak otomatis menghentikan setiap orang dari kebiasaan merokok. Mengapa rokok berbahaya? Rokok mengandung kadar racun yang cukup tinggi. Bekerja dalam waktu yang lama namun secaraa pasti menghancurkan. Sebuah produk rokok memiliki semboyan, “How Low can You go?” Iklan tersebut menyampaikan bahwa rokok tersebut tetap saja mengandung zat racun namun dengan kadar yang rendah. Racun tetaplah racun yang bekerja cepat atau lambat untuk merusak tubuh.

Hal yang sama dengan kehidupan kerohanian kita. Setiap kali kita mendengar bahwa ada kebiasaan dosa yang harus kita tinggalkan karena kebiasaan dosa itu merusak kehidupan kita. Contoh, dosa percabulan dan kenajisan yang dilakukan saat ini belum tentu akibatnya langsung kita rasakan. Bisa besok, bulan depannya, tahun depannya, beberapa tahun setelahnya atau mungkin anak cucu kita yang akan menanggungnya. Itulah hukum dosa yang selalu bekerja merusak bahkan menghancurkan jiwa. Namun beberapa orang memiliki kerinduan untuk bebas dari dosa tersebut, sepertinya tidak memiliki kekuatan untuk meninggalkannya.

Nah,… Firman Tuhan hari ini mengingatkan bahwa kita harus membuang segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang banyak itu. Perlu tindakan yang radikal dalam kehidupan kita yaitu membuang segala kejahatan, bukan sekedar menguranginya. Baru setelah segala yang kotor di hidup kita dibuang, kita bisa menerima firman yang berkuasa menyelamatkan jiwa dengan hati yang lemah lembut. (PoL) ~ telah diterbitkan sebagai Renungan Spirit Next, Senin 27/09/2010.

Menolong dalam Penderitaan

Menolong dalam Penderitaan

Ayat bacaan: Yohanes 15:9-17

Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.

Yohanes 15:13

 

          Suatu ketika saya mendapatkan kabar bahwa ayah kandung dan ayah tiri saya masuk ICU di Rumah Sakit yang berbeda meskipun di kota yang sama. Mendengar berita tersebut, saya memutuskan untuk pulang dan menengok keadaan mereka. Saya langsung menuju ke Rumah Sakit yang merawat ayah kandung saya. Rupanya istrinya (ibu tiri saya) tidak mengijinkan untuk saya menengok ayah saya yang sedang tergeletak tak berdaya. "Saya hanya ingin berdoa untuknya!" Demikian saya memohon. Permintaan itu tetap saja di tolak. Bahkan gorden tempat kami bisa melihat kondisi ayah dari luar pun di tutupnya. Melihat kondisi demikian, saya merasa tidak ada gunanya saya berada di Rumah Sakit itu. Jadi saya meninggalkannya dan menuju ke Rumah Sakit yang merawat ayah tiri saya. Rupanya, meskipun masih di ICU, ayah tiri saya kondisinya sudah membaik. Saya melihat kondisinya yang masih lemah dengan dibantu alat bantu pernafasan dan detektor jantung yang terus memantaunya. Namun tiba-tiba beliau bertanya, "Berhasilkah kamu menemui ayahmu?" Lalu dengan santai saya katakan, "Tidak!" Dan sambil menghela nafas ayah tiri saya berkata, "Nak,… seandainya saya sehat, saya antar kamu ketemu ayahmu! Pasti berhasil…" Air matapun tak tertahankan lagi. Saya terharu merasakan betapa dia sangat mencintai saya. Di tengah keterbatasannya, beliau memiliki  kerinduan untuk membuat saya bahagia dengan bertemu dengan ayah kandung saya.

          Bagi saya, pengalaman tersebut sangatlah berkesan dan memberikan pelajaran yang sangat berharga. Kita bisa memilih sikap kita ketika sedang ada di dalam masalah. Kita bisa mengasihani diri sendiri atau tetap memperhatikan kebutuhan orang lain sementara kita sedang ada di dalam masalah. Hal yang sama Yesus lakukan di atas kayu salib. Di tengah penderitaanNya, Yesus memperhatikan ibunya. Ia menyerahkan ibunya kepada muridNya yang paling dikasihiNya (Yoh. 19:26-27).

          Masihkah setiap kita mengalami kebaikan dan kasih setiaNya? Yakinkah setiap kita bahwa cinta dan anugerahNya tak terperi buat setiap kita? Bukankah kasih sayangNya diberikan karena cintaNya kepada kita? Kita bisa mengasihi orang lain ketika kita tinggal dalam kasih Tuhan Yesus (ay. 9)

 

Cintalah yang menyebabkan Dia berkorban!

Diterbitkan sebagai Renungan Anak Muda, Penerbit Andi ~ Selasa, 21 September 2010