3 Mei 2010

To Much Junk...!

Suatu ketika saya mendapat limpahan seorang anak binaan. Bagi Pembina sebelumnya, anak yang satu ini bisa dikategorikan sebagai trouble maker. Jadi ketika pemimpin memindahkannya menjadi anak binaan saya dengan semangat dia memberi selamat seraya berkata, “Anak itu A, B, C dan seterusnya…” Ya,… pemimpinnya menceritakan kelemahan-kelemahan anak binaannya. Dan sejujurnya saya tidak mendengarkan sama sekali apa yang dikatakannya. Setelah selesai dia membicarakan kelemahannya, dia menasehati saya cara menghandle setiap kelemahan anak binaannya, “Kamu harus lakukan X, Y, Z… Supaya dia baik!” Sayamengucapkan terima kasih sambil berkata, “Saya akan mencoba mengenalinya sendiri!” Dan ternyata benar… ada beberapa kelemahannya yang seperti dikatakan oleh Pembina sebelum saya, namun ada juga yang saya pikir itu bukan kelemahannya. Jadi saya mulai berdoa meminta kasih karunia dari Tuhan untuk dapat menjadi ibu rohani yang baik baginya. Dan saya bersyukur bahwa sampai saat ini saya masih punya hubungan yang baik dengan anak binaan saya. Saya melihatnya bertumbuh dalam pengenalan dan takut akan Tuhan. Dan yang saya lebih syukuri adalah saya tidak menerima ‘sampah’ dari Pembina sebelumnya.
Pengalaman kedua. Hubungan saya boleh dibilang sangat baik dengan ibu penjaga kantor. Dia sering memberi masakannya yang benar-benar enak buat saya. Namun suatu ketika seorang teman dengan nada meenegor berkata, “Ibu berkata kamu selalu meminta masakannya ya?!” Saya sempat shock sesaat dan menjadi kalut. Tapi saya putuskan untuk berdiam diri dan naik ke lantai atas kantor dengan berderai-derai air mata. Saya berusaha menenangkan diri dan menata hati. Di situlah ada suara kecil dan lembut berkata, “Coba tanya ibu… tadi ngobrol apa dengan temanmu!” Saya kaget dan berusaha menguatkan hati untuk bertanya persis seperti bisikan itu. Dan ternyata benar… hanya ‘sampah’ yang berusaha merusak hubungan saya dengan ibu.
Pengalaman ketiga. Tahun 2001 adalah tahun dimana ada banyak ‘sampah’ yang saya ijinkan masuk dengan bebas ke telinga dan keluar lewat mulut saya. Dengan terlalu berani kami (saya dan beberapa teman) mengkritisi gereja yang sedang Tuhan pakai. Bahkan seorang teman membuat buku setebal 200 halaman tentang itu dan puji Tuhan sampai hari ini tidak berhasil ada penerbit yang mau menerbitkannya. Di waktu yang sama, Tuhan beri kesempatan untuk mengambil S2 di STII (Sekolah Tinggi Injili Indonesia). Di situ saya belajar bahwa mempelajari Alkitab harus sesuai konteksnya. ‘Sampah’ dan ‘kebenaran’? Membuat saya bertanya-tanya, ingin mencari tahu dan membuktikan sendiri kebenaran ataupun ketidak benarannya.
Waktu itu,… akhir tahun… Kakak saya datang dari Canada dan menceritakan betapa dia sangat diberkati oleh hamba Tuhan yang sering kami kritisi itu. Mendengar apa yang di ceritakan saya berkata dalam hati, “Kok berbeda dengan yang selama ini saya dengar?” Lalu saya di ajak untuk hadir dalam gereja hamba Tuhan itu bersama kak budi (waktu itu masih calon suami). Tiba-tiba hamba Tuhan itu berkata, “Saya sudah siapkan Firman, tapi jelas sekali Tuhan minta untuk saya ubah khotbah saya untuk seseorang yang sangat membutuhkannya.” Selama khotbah, dengan menggunakan ilmu S2 saya berusaha mencari titik ketidak benaran dari hamba Tuhan itu. Tapi saya tidak menemukannya. Semuanya sesuai dengan konteksnya! Bahkan Selesai kebaktian kak budi berkata, “Orang yang dimaksud sebagai alasan Hamba Tuhan itu ganti khotbahnya adalah: Saya! Karena saya minta itu!” Sejujurnya saya kaget luar biasa dan berkata, “Kok bisa ya?” Dan saya menjadi sangat yakin bahwa selama ini saya hanya menerima separoh kebenaran yang merupakan ‘sampah’ dan membuat hati tidak suka akan pekerjaan Tuhan yang luar biasa.
Pengalaman ke empat adalah masih dalam hal mengkritisi seorang Hamba Tuhan yang waktu itu terkenal hanya menyampaikan ‘kemakmuran’. Saya datang dalam ibadahnya dan kembali saya membuktikan bahwa hanya ‘sampah’ yang saya terima. Dengan jelas HambaNya menjelaskan bahwa Tuhan beri kekayaan dan kelimpahan bagi setiap orang yang mampu dipercaya untuk mengelola bagi kerajaanNya dan bukan bagi dirinya sendiri.
Pengalaman demi pengalaman telah kami (saya dan teman-teman) lewati. Dan sebenarnya gampang saja mendeteksi apakah perkataan yang kita dengar itu sampah atau tidak. Jika setelah kita mendengar muncul kemarahan, kepahitan, kesombongan (merasa lebih benar) dan dukacita yang tidak membawa ke pertobatan itulah Sampah! Ya,… Terlalu banyak ‘sampah’ yang tanpa kita sadari kita ijinkan masuk dalam kehidupan kita bahkan kita bawa kemana-mana dan mungkin kita hamburkan kemana-mana dan membuat bau busuk di mana-mana. Hanya 1 tempat yang layak bagi ‘sampah’ = tempat sampah.

Buang sampah dan tinggalkan! Jangan pernah diambil dan ditelan lagi! Apa yang masuk ke hati kita, pikiran kita itulah yang akan keluar melalui mulut kita. Oleh karena itu genapi Filipi 4:8 “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”

Semoga artikel ini bisa memberkati dan membuat kita menjalani hidup dengan lebih enteng dan indah. Selamat membuang sampah. (Pol)